Translate

13 Feb 2017

Makna AULIA



Makna AULIA

Ada beberapa terjamahan Al Qur'an yang mengartikan kata "aulia" sebagai "teman dekat" di Indonesia. Namun pada umumnya di artikan sebagai "pemimpin". Lalu sebenarnya apa sih makna Aulia itu?

Dalam mempelajari Al Qur'an tentu kita mengacu pada bahasa arab dan tafsir para ulama. Hanya saja karena keterbatasan maka pada Terjamahan Al Qur'an di buat sesingkat mungkin dan yang paling mendekati tafsir ulama. Disinilah perlu dipahami keterbatasan terjemah. 

Misal.... kata yg populer di telinga kita ==> "Fitnah" sering di artikan sebagai tuduhan yg tidak benar. Padahal dalam bahasa arab arti fitnah itu sendiri "Ujian". Bahkan kata fitnah juga bisa di tujukan kepada perbuatan lain seperti membunuh, merampok dan lain2. So artinya tidak sesederhana yg kita pahami dalam bahasa indonesia 

Begitu juga "Aulia". Bila ada yg mengartikan sebagai "teman dekat" ini adalah benar. Begitu juga bila ada yang mengartikan sebagai "pemimpin". Ane seindiri lebih cenderu pada terjemahan "pemimpin". Mengapa?


Makna auliya (أَوْلِيَاءَ) adalah walijah (وَلِيجةُ) yang maknanya: “orang kepercayaan, yang khusus dan dekat” (lihat Lisaanul ‘Arab). Auliya dalam bentuk jamak dari wali (ولي) yaitu orang yang lebih dicenderungi untuk diberikan pertolongan, rasa sayang dan dukungan (Aysar At Tafasir, 305). Bila dalam bahasa Indonesia makna aulia itu sendiri adalah wali atau orang suci.  Jika lafaznya dibaca walayah (dengan fathah) maka berarti memberikan dukungan dan pembelaan, dan kedua jika lafaznya dibaca wilayah (dengan kasrah) maka berarti menyerahkan mandat atau memberi kekuasaan. Demikian menurut ar-Raghib al-Iṣfahani dalam kitab Mufradat Alfaẓ al-Qurʾan (ed. Ṣafwān ʿAdnan Dawudi, cet. Dar al-Qalam Damaskus, 1412/1992, hlm. 885). Maka secara politis dan geografis, muwalatul kuffar tidak hanya berarti menjalin kerjasama atau beraliansi, tetapi juga menyerahkan “wilayah” kita kepada orang kafir

Dalam penafsiran ulama, di dalam kata "aulia" ada faktor kepercayaan, dukungan, kasih sayang, pertolongan dan agama. Ketika kata Aulia di gunakan maka pasti ada kaitannya dengan agama. 


Misal kalimat seperti ini : "Jangan tinggalkan nasihat agama para aulia kita terdahulu" maka disini sangatlah janggal bila aulia di katakan sebagai "teman dekat" 2. "walisongo adalah aulia". So sangat aneh bila diartikan walisongo itu sembilan teman dekat. Sembilan pemimpin agama atau sembilan wali masih bisa diterima 


nah itu bila dilihat dari segi bahasa indonesia, bila dilihat dari segi menafsiran Al Qur'an maka kita juga lihat penggunaan kata "aulia" di ayat2 lain. 
1. (QS. Al Imran: 28) Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menjelaskan makna ayat ini: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum mu’minin untuk menjadikan orang kafir sebagai walijah (orang dekat, orang kepercayaan) padahal ada orang mu’min. 
2. (QS. Al Maidah: 51) Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya yang beriman untuk loyal kepada orang Yahudi dan Nasrani"". Di ayat ini juga ada cerita yg di riwayatkan oleh ibnu katsir tentang bagaimana Umar Bin Khatab Marah ketika ada Sahabatnya Abu Musa menugaskan seorang juru tulis yang hadal namun kafir. 
3. (QS. Al Maidah: 57) As Sa’di menjelaskan: “Allah melarang hamba-Nya yang beriman untuk menjadikan ahlul kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan juga orang kafir lainnya sebagai auliya yang dicintai dan yang diserahkan loyalitas padanya 
4. (QS. At Taubah: 23) Ibnu Katsir menjelaskan: “Allah Ta’ala memerintahkan untuk secara menjelaskan terang-terangan kepada orang kafir bahwa mereka itu kafir walaupun mereka adalah bapak-bapak atau anak-anak dari orang mu’min. Maka tidak boleh seorang mukmin loyal kepada mereka meskipun mereka adalah bapak2 kita 
5. (QS. Al Mumtahanah: 1) As Sa’di menjelaskan: “jangan jadikan musuh Allah dan musuh kalian sebagai auliya, yang engkau berikan rasa sayangmu kepada mereka 
6. (QS. An Nisa: 89) As Sa’di menjelaskan ayat ini dengan berkata: “ini melazimkan tidak adanya kecintaan terhadap orang kafir, karena wilayah (loyalitas) adalah cabang dari mahabbah (kecintaan). 
7. (QS. An Nisa: 139) Ibnu Katsir berkata: “Lalu Allah Ta’ala menyemat sebuah sifat kepada orang-orang munafik yaitu lebih memilih menjadikan orang kafir sebagai auliyaa daripada orang mu’min. Artinya, pada hakikat orang-orang munafik itu pro terhadap orang kafir, mereka diam-diam loyal dan cinta kepada orang kafir. 
8. (QS. An Nisa: 144) Ibnu Katsir menjelaskan: “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya dari kaum mu’minin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya padahal ada orang mu’min. Maksudnya Allah melarang kaum mu’minin bersahabat dan berteman dekat serta menyimpan rasa cinta kepada mereka 
9. (QS. Al Maidah: 81) Ath Thahawi menjelaskan makna ayat ini: “Andaikan sebagian orang dari Bani Israil (yahudi) yang loyal terhadap orang kafir itu mereka benar-benar mengimani Allah dan mentauhidkan-Nya, juga benar-benar mengimani Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Rasul yang diutus oleh Allah, serta lebih mempercayai apa yang ia bawa dari Allah daripada petunjuk yang lain, maka mereka tidak akan menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat dan penolong padahal ada orang-orang Mu’min. Ayat ini menjelaskan bahwa ketika itu orang2 Yahudi lebih memilih menjadikan orang kafir/musyrikin (quraisy) menjadi penolong mereka. Padahal mereka tahu kebenaran Nabi. Muhammad SAW adalah Rasul ada di dalam kitab2 mereka 


Itu hanya beberapa contoh saja. Dari penjelasan2 di atas maka sebenarnya tidak salah bila di artikan "teman dekat" seperti tafsir dari An Nisa 144. Namun yang salah adalah bila HANYA di tafsirkan sebagai "teman dekat" karena makna aulia juga bisa berarti "pemimpin" atau "penolong" seperti pada ayat2 yang lain. Dari sana jga bisa di simpulkan bahwa aulia adalah harus seorang muslim, baik itu berarti "teman dekat" ataupun "pemimpin". Di Sini juga membawa hukum lain bahwa berteman dekat dengan orang2 yg mengingkari Islam dilarang. 

Misalkan dalam Qiyas seseorang memaki orangtuanya dengan menyebut kata “anjing!” dilarang. Padahal di dalam Al-Qur’an (17:23) yang dilarang itu melontarkan kata “ah!” (terjemahan Departemen Agama untuk kata “uff”) dan bukan “kalb (anjing)” . Para mufassir seperti Abu Ḥayyan al-Andalusi dan as-Syawkani menerangkan bahwa kata “uff” mengekspresikan “aku bosan!”, “aku muak!”, “aku nggak mau”, dan sebagainya. Kalau berkata-kata seperti itu saja dilarang, apalagi berkata “anjing” dan sejenisnya atau yang lebih kasar.
Begitu pula kepada orang-orang kafir, kalau bersekutu saja dilarang, maka lebih dilarang lagi mengangkat mereka jadi pemimpin. Kalau beraliansi saja sudah dilarang, apatah lagi memberikan kekuasaan kepada mereka.

Oleh karena itu ketika ditafsirkan sebagai teman dekat maka pembahasannya lebih panjang. Akan ada pembahasan teman di dalam perjalanan, teman bisnis, teman satu sekolah dan sebagainya. Tentu cakupan kajiannya lebih luas termasuk hal-hal yang di larang dan yg di perbolehkan. 

Berbeda dengan aulia sebagai pemimpin. Tidak ada celah di kalangan Mujtahid yg dapat dijadikan perbedaan pendapat. Semua sepakat bahwa pemimpin kaum muslim adalah muslim. Barang siapa yang menjadikan kaum musyrikin sebagai penolong mereka, tempat mereka menaruh loyalitas dan kepercayaan maka mereka bukan bagian dari kaum muslim. Bisa jadi mereka masuk ke kategori kaum fasik, munafik atau bahkan kafir. Untuk mempersempit makna dan mudah bagi orang awam memahami makna "aulia" maka di gunakan terjemahan "pemimpin"

Mari kita lihat terjemahan yang di ambil oleh para Fuqaha di berbagai belahan dunia ketika menafsirkan aulia ini sendiri 

Indonesia : Pemimpin atau Teman dekat 
Melayu : Teman Rapat 
Inggris (Mohsin Khan) : Friends, Protector, Helpers, etc 
Inggris (Ali Yusuf) : Your Friends and protector 
Inggris (Shakir) : Friends Eac Other 
English (Mohs Asad) :allies 

Semoga Allah memberi kita petunjukNya. Allahualam 


sumber:
https://muslim.or.id/15094-menjadikan-orang-kafir-sebagai-auliya.html http://fitriaulia354.blogspot.co.id/2012/10/sejarah-sembilan-wali-walisongo-wali9.html http://kbbi.web.id/aulia 
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-51-53_5.html
https://www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/03/18/91319/bolehkah-kita-memilih-pemimpin-kafir.html
https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2016/05/01/94077/apakah-ibnu-taimiyyah-membolehkan-pemimpin-non-muslim.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang cerdas dan tidak merendahkan. Silahkan mengkritik bila ada yang menyimpang dari Ajaran Rasulullah. ^,^