Translate

3 Jul 2018

Wahabi, dan kebodohan kita

Fitnah kepada wahabi
Tulisan berikut ini sekedar telaah agar kita ummat islam bersatu dan tidak menjadi bodoh dengan mengikuti fitnah2 yang beredar.
Tulisan ini terkait masih adanya saudara kita seaqidah yang menganggap ulama2 lulusan Saudi maupun Kairo sebagai Wahabi dan sesat.
Hingga sekrang setiap ada orang yang menjust salafi sebagai wahabi dan menganggapnya sesat, ane minta apa indikator mereka mengatakan sesat dan apa dasarnya. Tidak satupun yg bisa mengajukannya. Bahkan yang berprofesi sebagai ustad sekalipun.
Misal kita menganggap sesat liberal karena memiliki pemahaman "semua agama sama", menghalalkan LGBT, menganggap Jilbab cuma budaya. Atau tentang syiah di anggap sesat karena mengkafirkan sahabat, mengatakan Al Qur'an tidak sempurna, menghalalkan nikah Mut'ah. Inilah yang disebut Indikator, atau alasan2 mengapa ulama memfatwakan sesat. Ada buktinya dari ceramah hingga kitab2 dan tulisan tokoh2 mereka.

Imam Shalat

Urutan Imam Shalat


Urutan yang di utamakan menjadi Imam

1. Tuan Rumah/ penguasa (Bila semuanya memiliki kemampuan membaca dengan benar secara tajwid)
2. Yang paling memahami AL Qur'an
3. Yang paling banyak tahu tentang hadis2 Rasulullah SAW
4. Yang pertama Hijrah/memeluk islam
5. Yang paling tua


ULAMA

Ulama

ULAMA

Ada orang yang tidak hapal Al Qur'an, tidak ahli dalam bahasa dan sastra Al Qur'an, tidak memiliki penguasaan terhadap ilmu fiqih, bukan hafidz dalam ilmu hadits tapi di sejajarkan dengan ulama2 ahli tafsir yang bergelut lama di bidang tafsir, hapal Al Qur'an beserta tafsir2nya, hapal ribuan hadist, menguasai ilmu fiqih, menguasai bahasa arab dan kesusastran di dalam Al Quran. Parahnya ada sekelompok orang menganggap tokohnya lebih utama dari ulama2 tafsir. Lalu sebenrnya siapa sih yg bisa di sebut ulama? Untuk memahaminya ane kasih gambaran lagi kesalahpahaman yang banyak terjadi. Pasti pernah mendengar kalimat seperti ini: "Ada ulama yang mengatakan tidak ada penistaan agama". (kasus penistaan agama oleh Ahok di Pilkada jakarta tahun 2017) kalimat ini tujuannya mengarah pada satu orang, tapi dia menggunakan kata "Ulama". Ini salah, Mengapa? karena bila dia berkata "ada Ulama" maka maksudnya ada sekumpulan orang Alim. Ketika berkata ada sekumpulan orang alim maka akan mengarah kepada apa mazhabnya? syafii? hambali? atau apa? atau liberalkah atau syiah kah? dll. So dari sini aja tampak ketidak tahuannya dalam masalah agama. Klo menggunakan kata seperti ini baru benar: "Ada profesor yang mengatakan tidak ada penistaan agama" "Ada tokoh agama yang mengatakan tidak ada penistaan agama" "Ada orang pintar yang mengatakan tidak ada penistaan agama" dan semacamnya... Lalu apa sih dan siapa yang bisa di katakan ulama?

Menyikapi Khilafiyah Status Keimanan Orang Tua Rasulullah SAW




Status keimanan orang tua Rasulullah SAW

Tulisan ini bukan di tujukan menyimpulkan mana yang benar, apakah orang tua Rasululllah di hukumi kafir dan masuk neraka atau di ampuni Allah, lalu dengan rahmat-Nya mereka masuk ke dalam syurga. Tulisan ini cuma sekedar menshare rujukan2 yang di gunakan oleh masing2 pendapat, sehingga kita tidak mudah mencela mereka yang berbeda pemahamannya. Apa lagi berbuat zalim sebagaiman yang ditunjuakan oleh sebagian kalangan saudara seiman kita saat ini.
Intinya ada Ulama yang berpedapat bahwa Orang Tua Rasulullah SAW di masukan ke dalam neraka karena belum beriman. Mereka menggunakan dalil sebagaimana adanya. Begitu juga, ada ulama yang mengatakan sebaliknya. Mereka memaknai dalil bukan dengan harfiahnya begitu saja. Namun perlu di catat, baik pendapat antara yang mengatakan masuk neraka maupun yang mengatakan tidak, tidak satupun dari mereka bertujuan untuk menghinakan nasab Rasulullah atau menginkari hadis2 beliau. Kita sepakat dan tidak ada khilafiyah bahwa Orang tua nabi Ibrahim AS itu kafir dan masuk ke dalam Neraka. Begitu juga anak2 Nabi Nuh AS maupun istri nabi Luth AS. Kesemuanya itu tidak mengurangi kemuliaan mereka. Tidak pula kita menghina Para Nabi karena hal demikian. Maka ane sendiri menganggap berlebihan mereka yang mengatakan bahwa memahami hadis orang tua Rasulullah SAW masuk neraka secara zahir sebagai menyakiti Rasulullah. Begitu juga dengan mereka yang tidak memaknainya secara harfiah disebut sebagai inkarul sunah (menolak hadist shahih).
Berikut dalil2 yang di gunakan:

Takut Menuntut Ilmu

Menuntut Ilmu


Takut Menuntut Ilmu

Ketika ada orang yg di ajak ikut hadir pengajian atau buat pengajian dengan mengundang ustad ada saja orang2 yang berkata seperti ini:
1. Takut terjerumus ke aliran sesat
2. Kan tidak semua sependapat dengan ustad itu
3. Takut beda pemahaman
dll....
Intinya ada ribuan alasan yang menjadikannya dia takut atau enggan mendengarkan Tausiah. Demi Allah ini adalah was was setan.
Sudah pengetahuan umum bagi mereka yang ahli ilmu, dekat dengan sunah bahwa antara mazhab Syafi'i dan Maliki banyak perbedaan. Tapi juga sudah pengetahuan umum bahwa kedua Imam ini saling memuja satu sama lainnya. Apa yang mereka perselisihkan adalah perbedaan pemahamannya. Bukan orangnya. Begitulah kaidah dengan menuntut ilmu
Ulama adalah manusia biasa yg MUSTAHIL menguasai semua bidang. Bila ternyata kita menemukan pendapat salah satu ustad berbeda dengan ustad lain yg ternyata lebih baik, maka kita pilih pendapat yang lebih baik, namun bukan serta merta ustad yg satu tidak layak kita timba ilmunya. Bisa jadi keduanya saling menyempurnakan

Ketaatan Kepada Pemimpin

Taat pada pemimpin

Ketaatan Kepada Pemimpin

Dalil tentang ketaatan kepada pemimpinCukup sering di share dalil tentang wajibnya taat pada pemimpin. Ane salah satunya. Karena memmang taat pada Ulil AMRI itu WAJIB. Tapi benarkah demikian?
Mari lihat dalil2 yang ada dari Hudzaifah bin Al Yaman. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?'" Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.”(HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah)