Translate

16 Mei 2018

Perbedaan Metode Rukyat di Arab Saudi dan Indonesia

Perbedaan Rukyat Arab Saudi dan Indonesia

Perbedaan Metode Rukyat di Arab Saudi dan Indonesia

Antara Serupa Tapi Tidak Sama

Sedikit membandingkan antara penetapan metode jatuhnya 1 Ramadhan dan 1 syawal antara Arab Saudi dan Indonesia. Bukan untuk perdebatan, tapi untuk kajian ilmiah. Baik Saudi dan Indonesia sama berbuat yg terbaik untuk menetapkan tanggal sesuai dengan syariat. Mungkin tulisan ini agak panjang dan tidak semua bisa mengikuti. Hanya yg terbiasa dng ilmu kebumian yg paham. Lebih2 bila percaya bahwa bumi itu datar, maka jelas pasti bingung.

Arab Saudi dan Indonesia memiliki kemiripan metode. Yakni sama2 menetapkan jatuhnya 1 Ramadhan berdasarkan Rukyat dan mempertimbangkan metode Hisab.

Untuk memahami bagaimana sistem penentuan awal bulan di Arab Saudi ke masyarakat luas maka perlu melihat kembali perkembangan metode Rukyat yg terjadi di sana.

Metode penetapan awal bulan Arab Saudi tidak lepas dari sistem kalender yang  dipedomani oleh mereka, yaitu “Kalender Ummul Qura”, sebuah sistem yang juga dipedomani oleh banyak negara di kawasan jazirah arab, seperti Bahrain, Qatar, dan juga Mesir. Termasuk pula komunitas muslim di beberapa negara yang mayoritas non musim, serta komunitas mesjid yang dana pembangunannya dibiayai oleh Arab Saudi.

Berkaitan dengan sistem kalender Arab Saudi Zaki al-Mustafa, seorang astronom Arab Saudi menjelaskan bahwa sistem penanggalan atau kalender di Arab Saudi mengalami fase evolusi dalam tahapan cukup panjang. Zaki membagi fase itu dalam empat tahapan yang diklasifikasi berdasarkan kreteria yang berlaku pada tahun-tahun tertentu. Empat fase dan masing-masing kreterianya adalah sebagai berikut:


  • 1370-1392 H. Pada fase ini kreteria yang berlaku adalah apabila tinggi hilal pada hari ke-29 mencapai 9° setelah matahari terbenam maka berdasarkan kalender Ummul Qura esok harinya adalah tanggal 1 pada bulan baru.
  • 1393-1419 H. Pada fase ini kreteria yang berlaku adalah terjadinya konjungsi (ijtima) sebelum tengah malam atau pukul 00.00 di Greenwich Inggris.
  • 1420-1422 H. Pada fase ini kreteria yang berlaku sangat sederhana, yaitu bulan terbenam belakangan setelah matahari.
  • 1423-Kini. Pada fase ini ada dua kreteria yang berlaku untuk penentuan awal bulan, yaitu:

   1.Bulan terbenam setelah terbenam matahari
   2.Terjadinya konjungsi (ijtima) sebelum matahari terbenam.

Tentu saja perubahan kreteria terjadi karena memang disadari terdapat kelemahan pada fase-fase yang lebih awal, misalnya:

Pada fase I menimbulkan masalah karena ada kemungkinan hilal bisa terlihat pada ketinggian di bawah 9° dalam keadaan cuaca yang mendukung. Akibatnya sering terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan antara aliran hisab dan aliran rukyah.

Pada fase II juga terdapat kelemahan yang mencolok. Dengan kreteria ijtima menggunakan standar waktu pukul 00.00 GMT, padahal perbedaan zona waktu antara Greenwich dan Makkah hanya 3 jam, maka sangat besar kemungkinan akan terjadi awal bulan dimulai sebelum hilal wujud di Kota Makkah. Ini tentu tidak ilmiyah dan tidak sesuai dengan ketentuan syara.

Pada fase III dengan kreteria bulan terbenam pada tanggal 29 setelah matahari, bila kreteria itu terpenuhi maka esoknya adalah tanggal 1 bulan berikutnya, namun jika bulan terbenam lebih awal maka esoknya adalah hari terakhir dari bulan tersebut. Kreteria ini juga problematik, karena bisa saja pada tanggal 29 itu bulan terbenam setelah matahari terbenam, namun belum terjadi ijtima. Kasus ini terjadi misalnya pada 27 Agustus 2003 M. Di Makkah pada tanggal itu matahari terbenam pukul 18:41, sedangkan bulan terbenam 18:39. Konjungsi terjadi pada pukul 20:27 atau setelah matahari terbenam. Dengan kreteria demikian berarti  Arab Saudi telah lebih awal satu hari dari yang semestinya memulai masuk pada bulan baru.

Fase ke IV adalah dimulai sejak 1423 H hingga sekarang dengan kreteria seperti disebutkan di atas, yaitu bulan pada tanggal 29 lebih lambat terbenam dari matahari dan sebelumnya harus didahului oleh perisriwa konjungsi. Kreteria baru ini menurut Zaki al-Mustafa telah dapat mengeliminir beberapa kelemahan yang ada dalam metode penetapan sebelumnya.Dengan kreteria baru ini, tim penanggalan Ummul Qura tidak membatasi berapa derajat hilal dimungkinkan terlihat melainkan cukup berpegang pada kreteria di atas yang menurut mereka telah sesuai dengan  syara, yang ditetapkan oleh Dewan Menteri Kerajaan Arab Saudi yang didasarkan pada keputusan  Majelis Syura Saudi Arabia yang menyatakan bahwa  "penanggalan Ummul Qura dalam perhitungan awal bulan  Qomariyah didasarkan pada terbenamnya bulan setelah terbenam matahari sesuai waktu Makkah, dan juga disandarkan pada syarat terjadinya konjungsi  sebelum matahari terbenam"

Masyarakat Arab Saudi memang diminta melaporkan jika terjadi rukyah hilal tanggal 29. Dengan syarat di atas apabila bulan terbenam setelah matahari, berapapun tinggi hilal di atas ufuk saat sunset jika ada kesaksian rukyah maka dapat diterima dan dianggap sesuai dengan petunjuk syari’ah. Selanjutnya sistem baru dengan kreteria baru di atas dianggap dapat menjawab kebutuhan jika suatu ketika rukyah tidak mungkin dilakukan disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak dapat diperhitungkan seperti cuaca atau tidak adanya saksi.

Dengan mengetahui metode Penetapan di atas, kita dapat memahami mengapa Arab Saudi menetapkan awal Dzulhijjah 1431 H yang lalu pada tanggal 7 Nopember 2010 M, 15 Nopember 2010 sebagai hari wukuf dan 16 Desember 2010 sebagai Idul Adha.Berdasarkan perhitungan posisi bulan dan matahari pada tanggal 29 Dzulqadah 1431 H/ 6 Nopember 2010 M adalah sebagai berikut:

- Di kota Makkah ijtima (conjunction) terjadi 6 Nopember 2010 pukul 07.52.
- Matahari terbenam awal dari bulan 4 menit 32 detik.
- Saat matahari terbenam tinggi hilal 0° 32′ 45.4″.
- Di beberapa kota lainnya ketinggian bulan saat sunset: Jeddah 0° 33′ 20.1″, Madinah 0° 13′ 14.1″, Thaif 0° 33′ 6.9″, Tabuk -0° 7′ 8.8″, Riyadh 0° 1′ 53.2″.
- Dengan data hisab di atas maka kreteria yang disyaratkan oleh sistem Kalender Ummul Qura telah terpenuhi:
1) Matahari terbenam lebih awal dari bulan dan
2) sebelumnya telah terjadi konjungsi.

Namun terdapat kesaksian beberapa warga melihat hilal, Dengan demikian meskipun secara astronomis ketinggian hilal tidak mungkin untuk rukyah pemerintah Arab Saudi tetap memutuskan tanggal 1 Dzulhijjah pada 7 Nopember 2010
Hal serupa terjadi pada Tahun 2011

Bebeda kasus, pada tahun 2013 ketinggian Hilal sudah di atas 0 Drajat, namun karena tidak satupun keterangan saksi melihat hilal, maka Ramadhan jatuh pada selasa 9 Juli 2013 (bulan sya'ban di genapkan menjadi 30 hari)

berbeda dgn Indonesia, pada Tahun 2011 kesaksian tim yg bahkan di bentuk oleh depag ditolak. Karena ketinggian Hilal pada saat itu masih kurang dari 2 drajat, yakni  04'03'26,06.

Pakar astronom Indonesia tentu saja mencela Arab Saudi dan menganggap Indonesia lebih baik
Sebaliknya rakyat saudi dan pengikut ulama saudi juga menganggap pemerintah Indonesia yang keluar dari sunah.

apakah salah?

Ane merangkum argumentasi mereka, dan ane melihatnya baik Indonesia dan Saudi punya pegangan.
Ulama Saudi jelas berpegangan pada dalil. Di antara dalinya:

"Sahabat Abdullah bin Abbas berkata: Seorang Badwi datang kepada Rasulullah saw lalu berkata: sungguh saya telah melihat hilal (hilal ramadhan). Maka Rasulullah saw bertanya : Apakah engkau mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah? Badwi menjawab: ya. Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah engkau mengakui bahwa Muhammad itu Rasulullah? Badwi menjawab: ya. Lalu Rasulullah bersabda: Hai Bilal, beritahulah orang-orang supaya mereka berpuasa.”(H.R Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Sedangkan Ulama Indonesia berpegangan kepada pendapat Ulama, misal Syaik Yusuf Qardawi, dimana pemerintah berhak menolak kesaksian bila memiliki landasan kuat secara ilmiah, sebagaimana di qiaskan kepada hadis2 keputusan Sahabat ketika menolak kesaksian seseorang.

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa

  1. Saudi menerapkan metode Rukyat secara murni. Ilmu hisab(perhitungan astronomis) hanya menjadi pendukung dan hanya di gunakan ketika Rukyat gagal
  2. Indonesia Menerapkan metode Rukyat dan Hisab bersamaan. Metode Rukyat hanya di katakan berhasil hanya bila syarat2 yg di tetapkan dalam ilmu hisab terpenuhi. Bila syarat dalam hisab tidak terpenuhi maka Kesaksian harus di tolak


Kedua-duanya tidak salah. Sedangkan ane sendiri lebih berpedoman pada Ulama yg berpeganan kepada dalil berikut:

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.”[HR. Tirmidzi]
“Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.” ( Majmu’ Al Fatawa]

sumber berita:
https://muslim.or.id/328-menentukan-awal-ramadhan-dengan-hilal-dan-hisab.html
https://www.kompasiana.com/mata/haruskah-indonesia-mengikuti-arab-saudi-dalam-penentuan-1-ramadhan-1-syawal_552e27446ea834670e8b4583
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/11/13/146485-penetapan-idul-adha-arab-saudi-dinilai-kontroversial
http://www.indonesiaoptimis.com/2011/09/catatan-lebaran-1432-3-mengapa.html
https://aliboron.wordpress.com/2010/11/29/metode-penentuan-awal-bulan-di-saudi-arabia-sistem-kalender-ummul-qura/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang cerdas dan tidak merendahkan. Silahkan mengkritik bila ada yang menyimpang dari Ajaran Rasulullah. ^,^