Translate

10 Sep 2015

Cinta yang menyesatkan


Cinta yang menyesatkan

"mengapa kau bersedih kawanku?"
tanya seorang gadis kepada sahabatnya....

........
hati wanita memang rapuh
namun lembut seperti sutra
ketika ia di sakiti ia menangis

"ia berpaling kepada yang lain..."
jawab sang gadis kepada sahabatnya
pilu

.......
bukankah cinta itu adalah kesetiaan
ketika kesetiaan itu diperjual belikan
masikah ada cinta sesungguhnya08567589607

sementara itu di sisi lain dari dunia mereka
seorang pria berteriak di tepi pantai

BUKANKAH SEMUA TELAH KUBERIKAN PADAMU....
HANYA UNTUKMU....
KARENAMU....

......
ia juga menangis
terpuruk dalam kesendirian ditengah keramaiannya dunia
ia membuang selembar kertas putih

tertulis:
turut mengundang pernikahan ......

(dari sang terkasih)



.......
itukah cinta....?
yang hadir sangatlah indah
ketika pergi dapat menyakitkan?

bukankah Allah menanugrahkan cinta kedalam hati manusia
sebagai sesuatu yang indah,
dan menentramkan hati,
dan bukan sesuatu
yang menyebabkan manusia tenggelam
kedalam lautan yang tidak bertepi

atau mungkinkah kegundahan hati itu
bagian dari adzabnya?
atau bagian dari petunjuknya,
agar kita tahu arti cinta sejati sesungguhnya

bukankah manusia di ciptakan hanya memiliki satu hati.
satu hati untuk di jaga.
satu hati untuk di cintai
dan satu hati untuk mencintai

bila hati tersebut telah kau berikan kepada sang pangeran
atau si putri yang cantik jelita
lalu di hati yang manakah cinta pada Rabnya di letakan
bukankah manusia hanya punya satu hati

sungguh....
cinta pada manusia dapat menyesatkan
karena manusia dapat mengecewakan
tapi cintamu pada Rabmu tidaklah sia-sia
Ia telah menciptakanmu,
yang menciptakan hatimu
dan Ia juga yang menciptakan cinta manusia padamu

".....Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki
dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya"

"yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. "(ar-rad:28)


Begitulah nasehat yang dapat kita ambil dari ayat-ayat Al-quran. Seringkali keinginan kita, cita-cita maupun tujuan kita di dunia menjadikan kita tersesat, gundah dan bila tidak tercapai dapat membuat kita terpuruk. Hasrat kita yang merugikan diri sendiri maupun prilaku yang tidak diridhain Allah SWT itulah yang dimaksud tersesat. Terlebih lagi ketika sebuah hasrat kita menjadikan kita melakukan sesuatu yang dimurkai-Nya. Naudzubillah mindzalik.

Coba bayangkan andai anda adalah wanita berumur 30 tahun, masih sendiri. Anda sangat berharap datangnya seorang pangeran yang ingin meminang anda. Anda tinggal di sebuah lingkungan, dimana banyak sepasang kekasih memandu cinta di tempat umum. Anda selalu melihat mereka setiap hari. Bagaimanakah perasaan anda?

Ketika seseorang dalam posisi seperti itu hanya tiga kemungkinan yang terjadi. Anda akan menurunkan harga anda, bahkan ada kalanya menjadi terlalu rendah. Kedua, anda tidak lagi berharap datangnya seorang pangeran, lalu anda menyibukan diri dengan sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian anda. Ketiga anda tetap memegang prinsip dengan kuat dan percaya Allah lah pemilik segala, pengatur segala urusan.

Ada sebuah cerita nyata yang saya dapat dari seorang peserta seminar. Pembicaranya adalah seorang wanita muslim yang sukses. Ia ingin menerangkan besarnya peran wanita di masyarkat. Dari bicaranya sangat teihat beliau adalah wanita yang cerdas. Ia pun mencoba menjelaskan kepada peserta seminar bahwa sudah bukan zamannya lagi wanita hanya bekerja di dapur, mengurus anak dan sudah bukan zamannya lagi wanita tidak bisa menjadi pemimpin kaum pria. Emansipasi wanita adalah hak asasi yang perlu di tegakan. Ia mengkritik banyak nilai-nilai islam yang perlu diluruskan. Ia mencontohkan poligami. Bagaimana mungkin ketika seorang istri didapatkan tak mampu memiliki anak, seorang pria dapat mencari penggantinya tanpa di jerat hukum pernikahan.

Pada saat sesi tanya jawab, ternyata tidak sedikit peserta seminar dari kalangan wanita yang tidak setuju dengan pendapatnya. Seorang ibu berdiri dan mengungkapkan ketidak setujuannnya. "ketika saya menjadi seorang ibu, tentu saya berharap menantu saya juga memberikan saya cucu".

Banyak sekali pendapat wanita sukses itu dan seorang ibu yang tidak sepaham. Dua latarbelakang yang berbeda tentu saja akan menghasilkan pendapat yang berbeda pula. Saya tidak dapat mengatakan siapa yang lebih benar. Karena yang lebih memahami mereka tentu saja seorang wanita. Saya adalah seorang pria. Namun fakta yang saya dapatkan adalah wanita sukses itu ternyata belum menikah, bahkan ketika uang tidak lagi menjadi kendala baginya.

Teman-teman banyak yang mengemukakan hal yang sama sengan saya. "yang paling membahagiakan dalam sebuah pernikahan bukanlah bercumbu dengan istri kita yang cantik, melainkan melihat anak kita tumbuh.".

Itu adalah pendapat para pria. Saya pikir pendapat seorang wanita juga tidak berbeda. Bahkan saya yakin perasaan sayang seorang wanita pada anaknya lebih dalam dari seorang pria. Manakah yang lebih utama bagi seorang wanita: kesuksesan, harta, perhiasan dan bahkan kedudukan ataukah suami dan anak-anak yang harus di lindunginya. Apakah seorang wanita single” yang sukses lebih bahagia dari seorang ibu yang miskin.

Kebahagiaan itu memang sifatnya relatif, tergantung dari nilai-nilai yang dipegang. Di Amerika mungkin seorang wanita merasa tidak bahagia, merasa tidak laku bila hingga berumur 20 tahun belum ada pria yang menciumnya, atau bahkan berhubungan badan. Perdana menteri itali mengkritik media karena menjadikan penampilan adalah segala-galanya oleh wanita-wanita itali, hingga hampir setiap warga wanita di negara itu butuh waktu lebih dari 30 menit setiap paginya, hanya untuk berdandan. Di palestina wanita lebih bahagia ketika memiliki anak banyak walau miskin.

Seseorang mencintai adalah agar memproleh ke bahagiaan. Namun ketika kebahagiaan itu hanya di ukur dari materi dunia maka kebahagiaan itu tidaklah hakiki. Bagaimanakah ukuran kebahagiaan yang hakiki?mari kita mencoba bertanya pada hati kita. Apakah ia sudah merasa bahagia, ataukah selalu gelisah. Ketika hati anda merasa puas disertai dengan ketentraman. Itulah kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan yang menjadikan hati kita tentram. Kebahagiaan yang tidak akan berakhir hingga menembus masa kematian. Tentu saja mendapatkan apa yang kita inginkan, menjadikan hati kita puas. Tapi bagai mana bila harta melimpah yg kita peroleh menjadikan kita takut miskin, takut pria tampan yang menjadi pendamping kita di gaet wanita lain, cemas istri kita yang cantik selingkuh. Sungguhkah itu disebut kebahagiaan.

Teringat nasehat AA gym. "bila seorang pria berniat menikah, carilah mereka ketika anda dalam keadaan susah" dengan logat sundanya A A.
A A benar, bila ada wanita yang bersedia, padahal kita masih luntang lantung, sudah pasti dia adalah wanita yang tulus.

Nasehat lainnya "kalo seorang wanita berniat mencari pria, carilah yang tidak terlalu tampan, agar tidak selalu khawatir suaminya di dekati wanita lain."

Saya malah bertanya, apakah para artis itu, yang sering muncul di infotaiment bisa menemukan pasangan hidup yang tulus mencintai. Apakah bagi mereka kekasih itu hanyalah sebuah status dan kebutuhan. Tidak tahukah mereka bahwa ikatan kasih yang dinyatakan dengan tali pernikahan adalah ikatan agung yang tertuang dalam Al-quran dan di saksikan oleh para malaikat.

Dalam Al Quran hanya ada dua ikatan perjannjian yang seagung tali pernikahan. Yaitu perjanjian Allah dengan Nabi dan Rasul Ulul 'Azmi(QS 33:7) dan ikatan sumpah bani israil ketika Allah mengangkat bukit Thurisna.(QS 4:154)

Kebalikan dari kebahagian, yaitu penderitaan. Ketika seseorang merasa penderitaan menderanya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama,Ia terpuruk, jatuh hingga mencelakai dirinya sendiri. Kedua, Ia bangkit dan ingin orang lain tahu perasaannya, bahkan ingin orang lain menderita atau lebih dari penderitaannya. Dari situlah tersebarnya fitnah, gunjing, iri dan dengki. Atau ia kembalikan kepada Tuhannya, yang menciptakannya, yang memilki jalan keluar dari setiap masalah. Atau yang ketiga, ia berpasrah dan menerima ketetapannya.

Namun terkadang batas antara kebahagian dan penderitaan menjadi semu ketika disandingkan dengan hasrat. Cinta, syahwat yang merupakan hasrat terbesar manusia menjadi salah satu sumber penderitaan kebanyakan dari kita. Bahkan, terkadang sulit untuk menghindarinya, terutama bagi mereka yang hatinya kosong.

Coba kita perhatikan di sekitar kita,manakah yang lebih banyak antara orang yang bersyukur terhadap apa yang dimilikinya dengan orang yang selalu mengeluh. Padahal janji Allah, bila kamu bersyukur maka allah akan menambah nikmatmu.

Bisa jadi keadaan ummat muslim sekarang di karenakan sedikitnya rasa syukur. Bukankah kebanyakan negara yang mayoritas muslim berada di lahan yang kaya akan sumber daya alam. Tapi justru bangsa muslim yang harus mengiba-iba ke negara2 barat.

Bila kita bersyukur masih bisa sekolah, tidak mungkin kita bermalas-malasan, bila bersyukur memiliki pekerjaan tidak mungkin bekerja setengah hati. Bila bersyukur  memiliki ilmu yang tinggi, mustinya banyak karya yang tercipta. Bila bersyukur memiliki harta melimpah, sudah pasti darmawan. Bila bersyukur dipercaya rakyat memimpin sudah pasti adil dan tidak korupsi.

Kenapa tidak kita syukuri apa yang kita miliki sekarang. Kekasih yang bersama kita saat ini adalah anugrah yang luar biasa. Berapa banyak wanita yang tidak menikah, tidak mendapatkan cinta hingga akhir hidupnya. Betapa banyak pria yang melajang. Tanpa rasa syukur cinta tidaklah akan bertahan. Tanpa hal ini tak mungkinn kita memperbaiki kekurangan dalam diri dan pasangan.

-----------------------------------------

Ketika cinta tertolak sudah pasti kekecewaan terjadi. Namun bukan berarti dunia berakhir bukan? Bisa jadi Allah berniat memberikan yang lebih baik. Atau Allah masih menangguhkan harapanmu, hingga menurutNya, dirimu pantaas mendapatkan gadis baik-baik pujaan hati. Bukankah Allah telah berfirman dalam kitab-Nya:

"... dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)

Ada sebuah kisah mengagumkan tentang seorang ayah yang bersedih karena anaknya yang berumur sangat muda telah menjadi janda, di tinggal mati syahid oleh suaminya. Mengapa mengagumkan, karena menurut saya yang beliau lakukan hampir tak mungkin di lakukan oleh kita pada zaman ini.

Ini adalah kisah Umar Bin Khatab dan anaknya Hafshah. Umar sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat muda. Beliau memutuskan akan mencari pengganti suami anaknya. Beliau ingin menikahkan Hafshah dengan seorang muslim yang sholeh agar hatinya kembali tenang.

Untuk itu dia pergi kerumah Abu Bakar, sahabat yang tidak diragukan lagi kesholihannya. Ia meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikitpun. Tentu saja ia merasa kecewa. Bagaimana tidak, ini menyangkut kebahagiaan anaknya, dan ia merasa abu bakar tidak berkenan mengambil anaknya menjadi istri.

Kemudian Umar pun menemui Utsman bin Affan dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Namun pada saat itu, Utsman masih berada dalam kesedihan karena istrinya Ruqayah binti Muhammad, yang baru meninggal. Umarpun kembali kecewa. Namun ia merasa wajar, bagimana mungkin anaknya bisa menggantikan Ruqayah dan mengobati kesedihan Utsman. Ruqayah sendiri adalah putri manusia terbaik di sisis Allah, Muhammad SAW.

Kemudian dia menemui Rasulullah SAW dengan maksud mengadukan sikap kedua sahabatnya itu. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah SAW bersabda, " Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah."

Disinilah Umar mengetahui bahwa Rasulullah SAW yang akan meminang putrinya. Tak ada sesorang yang lebih baik dari sahabatnya Abu Bakar di dunia ini, kecuali Rasulullah itu sendiri. Umar merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah SAW untuk menikahi putrinya, dan kegembiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menemui Abu Bakar untuk mengutarakan maksud Rasulullah SAW. Abu Bakar berkata, "Aku tidak bermaksud menolakmu dengan prilakuku tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah SAW telah menyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin menyebut rahasia beliau kepadamu. Seandainya Rasulullah saw membiarkannya tentu akulah yang akan menikahi Hafshah." Umar baru memahami mengapa Abu Bakar menolak putrinya. Sedangkan sikap Utsman hanya karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia bermaksud mempersunting saudaranya, Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung dengan Rasulullah SAW. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki dzunnuraini ( pemilik dua cahaya ).

Begitulah jawaban dari sebuah cobaan yang dipakan kepada umar dan putrinya. Mukmin mana yang tidak merasa terhormat anaknya di pinang oleh orang semulia Muhammad SAW. Hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita bahwa penderitaan yang kita alami bisa jadi adalah awal dari kebahagiaan yang lebih besar. Tidak mungkin sebuah bangunan indah dan kokoh menjulang terbentuk begitu saja, pastilah ada awalnya. Ada keringat yang di kucurkan dalam setiap fondasi, ada harta yang di keluarkan dalam setiap material, ada waktu yang harus sabar ditunggu hingga akhirnya bagunan itu terbentuk. Semua itu ada proses yang harus di lalui hingga kita bisa merasakan hasilnya.

Cobalah berpikir ketika musibah itu menimpa  kita, apa yang akan di katakan Rasulullah. Para sahabat terdahulu, mereka dipukuli, disiksa, dirampas hartanya hingga dibunuh, hanya karena mengatakan "saya beriman". Lalu apakah layak hanya karena penderitaan cinta kita ke sesama manusia, kita merasa sebagai makhluk yang paling naas. Apakah pantas perjuangan kita untuk memperoleh apa yang kita inginkan di bandingkan dengan perjuangan para sahabat dalam menegakan agama Allah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang cerdas dan tidak merendahkan. Silahkan mengkritik bila ada yang menyimpang dari Ajaran Rasulullah. ^,^