Hal-hal yang membatalkan wudhu
di Rangkum dari catatan Al Ustadz Abu Ishaq Muslim Al Atsari dan berbagai sumber.Hal-hal yang membatalkan wudhu:
1.BUANG AIR BESAR
“Allah tidak menerima shalat salah seseorang dari kalian jika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Al-Bukhari no. 135)
2. KENTUT
Berkata Abdulloh bin Zaid: Dilaporkan pada Nabi SAW tentang seorang laki-laki yang menjumpai pada sesuatu (perut yang mules) di dalam sholat. Bersabda Nabi: “Jangan bubar (dari sholat) sehingga menjumpai pada bau atau mendengar pada suara (kentut)”
3. MADZI, WADI DAN MANI
Air Madzi adalah air encer bersifat lengket, yang keluar karena syahwat, juga bisa keluar tanpa syahwat, keluarnya tidak memuncrat dan tidak berakhir dengan kelemasan.
Air Wadi adalah air putih kental yang keluar setelah air kencing
Air mani adalah lendir putih lagi kental yang keluar disebabkan karena syahwat, memuncrat ketika keluar, berakhir dengan kelemasan.
Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Ali berkata: “Aku seorang yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu untuk bertanya langsung kepada Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena keberadaan putrinya (Fathimah radhiallahu ‘anha) yang menjadi istriku. Maka akupun meminta Miqdad ibnul Aswad radhiallahu ‘anhu untuk menanyakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab:
“Hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Mani, Wadi, Madzi, adapun mani padanya terdapat kewajiban mandi, sedangkan wadi dan madzi pada keduanya terdapat kewajiban berwudhu dan mencuci kemaluannya. (Shahih Ibnu Abi Syaibah 1/92, Baihaqi 1/115)
4. BERJIMA (SENGGAMA)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Apabila seorang suami telah duduk di antara empat cabang istrinya kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (menggauli istrinya), maka sungguh telah wajib baginya untuk mandi (janabah).” (HR. Al-Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
Dalam riwayat Muslim ada tambahan:
“Sekalipun ia tidak keluar mani.”
Dari hadits di atas kita pahami bila jima‘ (senggama) sekalipun tidak sampai keluar mani menyebabkan seseorang harus mandi, sehingga jima‘ perkara yang membatalkan wudhu
5. HILANGNYA AKAL.
Hilangnya akal disebabkan gila, pingsan dan mabuk karena minum khamr atau karena minum obat, membatalkan wudhu seseorang, sebentar ataupun lama. Sehingga bila seseorang gila kemudian waras kembali, atau mabuk, atau jatuh pingsan kemudian siuman, maka wajib baginya memperbarui
6. MAKAN DAGING UNTA (pengkhususan untuk daging unta)
Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhu berkata: “Kami berwudhu dari makan daging unta dan kami tidak berwudhu karena makan daging kambing.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 1/46, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tamamul Minnah, hal. 106)
“Dari Jabir bin Samurah bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam: “Apakah aku mesti berwudhu karena makan daging kambing? Beliau menjawab: “Jika engkau mau maka wudhulah, namun jika tidak maka tidak mengapa.” Ia bertanya (lagi); “Apakah aku mesti berwudhu jika makan daging onta?” Beliau menjawab: “Ya, berwudhulah jika engkau makan daging onta.” (HR. Muslim No 828)
PEMBATAL WUDHU YANG MEMILIKI PERBEDAAN KHILAFIYAH
1.MUNTAH
- membatalkan wudhu: seperti Abu Hanifah dan pengikut mazhab Abu Hanifah, dengan syarat muntah itu berasal dari dalam perut, memenuhi mulut dan keluar sekaligus. (Nailul Authar, 1/268)
Al-Imam At-Tirmidzi t berkata: “Sebagian ahlul ilmi dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka dari kalangan tabi’in berpandangan untuk berwudhu disebabkan muntah dan mimisan. Demikian pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq.
- Tidak membatalkan: sebagian ahlul ilmi yang lainnya berpendapat tidak ada keharusan berwudhu karena muntah dan mimisan, demikian pendapat Malik dan Asy-Syafi’i. (Sunan At-Tirmidzi, 1/59)
2. DARAH YANG KELUAR DARI TUBUH
- Darah yang keluar dari tubuh seseorang, selain kemaluannya tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah darah itu sedikit ataupun banyak. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid, Ibnul Musayyab, Mak-hul, Rabi’ah, An-Nashir, Malik dan Asy-Syafi’i. (Nailul Authar, 1/269-270)
- ada juga yang membedakan antara darah sedikit dengan yang banyak. Bila keluarnya sedikit tidak membatalkan wudhu namun bila keluarnya banyak akan membatalkan wudhu. Hal ini seperti pendapat Abu Hanifah, Al-Imam Ahmad dan Ishaq. (Nailul Authar, 1/269)
3. MENYENTUH WANITA
- Pertama: sebagian mereka menafsirkan “menyentuh” dengan jima’ (senggama), seperti pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ali, ‘Ubay bin Ka’b, Mujahid, Thawus, Al-Hasan, ‘Ubaid bin ‘Umair, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)
- Kedua: ahlul ilmi yang lain berpendapat “menyentuh” di sini lebih luas/ umum daripada jima’ sehingga termasuk di dalamnya menyentuh dengan tangan, mencium, bersenggolan, dan semisalnya. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar dari kalangan shahabat. Abu ‘Utsman An-Nahdi, Abu ‘Ubaidah bin Abdillah bin Mas’ud, ‘Amir Asy-Sya’bi, Tsabit ibnul Hajjaj, Ibrahim An-Nakha’i dan Zaid bin Aslam. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)
4. TIDUR
Ulama berbeda pendapat dalam masalah tidur ini sampai 8 pendapat:
-. Tidur tidak membatalkan wudhu bagaimana pun keadaannya. Dinukilkan pendapat ini dari Abu Musa Al-Asy’ari, Ibnul Musayyab, Abu Mijlaz, Syu’bah dan Humaid Al-A’raj.
-. Tidur membatalkan wudhu bagaimana pun keadaannya. Ini merupakan pendapat Al-Hasan Al-Bashri, Al-Muzani, Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam, Ishaq dan satu pendapat yang gharib dari Imam Syafi’i. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata: “Aku berpendapat demikian.” Diriwayatkan juga pendapat yang semakna dari Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Anas.
-. Tidur yang banyak/ nyenyak membatalkan wudhu bagaimanapun posisinya, sedangkan tidur yang sedikit tidak membatalkan. Demikian madzhab Az-Zuhri, Rabi’ah, Al-Auza’i, Malik, dan Ahmad dalam satu riwayat darinya.
-. Tidur dalam posisi duduk dan pantatnya mapan menempel ke tanah tidaklah membatalkan wudhu. Selain dari posisi ini membatalkan wudhu sama saja tidurnya sedikit ataupun banyak, di dalam shalat ataupun di luar shalat. Demikian madzhab Asy-Syafi’i rahimahullah.
-. Tidur dalam posisi orang yang sedang shalat seperti dalam posisi ruku, sujud, berdiri, dan duduk tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah itu terjadi di dalam shalat ataupun di luar shalat. Apabila tidurnya itu dalam keadaan berbaring atau terlentang di atas tengkuknya maka akan membatalkan wudhunya. Demikian madzhab Abu Hanifah, Dawud dan satu pendapat yang gharib dari Asy-Syafi’i.
-. Tidur tidak membatalkan wudhu kecuali tidurnya orang yang ruku dan sujud. Diriwayatkan pendapat ini dari Ahmad.
-. Tidur tidak membatalkan wudhu kecuali tidurnya orang yang sujud. Diriwayatkan pendapat ini juga dari Ahmad.
-. Tertidur ketika sedang shalat tidak membatalkan wudhu. Adapun di luar shalat membatalkan wudhu. Ini merupakan pendapat yang lemah dari Al-Imam Asy-Syafi’i. (Syarah Shahih Muslim, 4/73)
5. MENYENTUH KEMALUAN
“Siapa yang menyentuh kemaluannya maka janganlah ia shalat sampai ia berwudhu.”
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Hadits shahih di atas syarat Al-Bukhari dan Muslim.” (Al-Jami’ush Shahih, 1/520)
Sementara Thalaq bin Ali radhiallahu 'anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang menyentuh dzakarnya setelah ia berwudhu, apakah batal wudhunya? Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
“Bukankah dzakar itu tidak lain kecuali sebagian daging dari (tubuh)nya?” (HR. At-Tirmidzi no. 85 dan kata Ibnul Madini rahimahullah: “Hadits ini lebih baik daripada hadits Busrah.” Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menshahihkan sanadnya dalam Al-Misykat)
Sebagaimana dua hadits di atas bertentangan makna secara dzahirnya maka dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan ulama.
Pertama, berpendapat menyentuh kemaluan membatalkan wudhu seperti pendapatnya Umar, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Saad bin Abi Waqqash, Atha, Urwah, Az Zuhri, Ibnul Musayyab, Mujahid, Aban bin Utsman, Sulaiman bin Yasar, Ibnu Juraij, Al-Laits, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Malik. Mereka berdalil dengan hadits Busrah. (Sunan Tirmidzi 1/56; Al-Mughni 1/117; Al-Muhalla, 1/223; Nailul Authar, 1/282)
Kedua, berpendapat dengan hadits kedua bahwa menyentuh dzakar tidaklah membatalkan wudhu. Hadits ini dijadikan pegangan oleh mereka, seperti ‘Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abud Darda, ‘Imran bin Hushain, Al-Hasan Al-Bashri, Rabi’ah, Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan murid-muridnya dan selain mereka. (Sunan Tirmidzi, 1/57; Al-Mughni, 1/117; Nailul Authar, 1/282)
Ketiga, mereka yang berpendapat dijamak atau dikumpulkannya antara dua hadits yang sepertinya bertentangan tersebut, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dan yang lainnya, yang menyatakan apabila menyentuhnya dengan syahwat maka hendaknya dia berwudhu dengan (dalil) hadits Busrah dan kalau menyentuhnya tanpa syahwat maka tidak mengapa akan tetapi disenangi baginya apabila dia berwudhu.
KEKELIRUAN TENTANG HAL INI
Makan dan Minum
“Dari Abdullah bin Umar ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Berwudhulah kalian lantaran kalian makan daging onta dan kalian tidak perlu berwudhu lantaran kalian makan daging kambing. Berwudhulah kalian lantaran kalian minum susu onta dan kalian tidak perlu berwudhu lantaran kalian minum susu kambing.” (HR. Ibnu Majah No : 536)
Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhu berkata: “Kami berwudhu dari makan daging unta dan kami tidak berwudhu karena makan daging kambing.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 1/46, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tamamul Minnah, hal. 106)
Maka selain daging unta tidak membatalkan wudhu. Dari kedua hadis diatas menunjukan tidak mengapa makan ataupun minum, kecuali daging dan susu onta. Tentu saja di perbolehkannya untuk makan dan minuman yang halal secara syariat.
Note: Sekedar Catatan Pribadi.
-. Tidur yang banyak/ nyenyak membatalkan wudhu bagaimanapun posisinya, sedangkan tidur yang sedikit tidak membatalkan. Demikian madzhab Az-Zuhri, Rabi’ah, Al-Auza’i, Malik, dan Ahmad dalam satu riwayat darinya.
-. Tidur dalam posisi duduk dan pantatnya mapan menempel ke tanah tidaklah membatalkan wudhu. Selain dari posisi ini membatalkan wudhu sama saja tidurnya sedikit ataupun banyak, di dalam shalat ataupun di luar shalat. Demikian madzhab Asy-Syafi’i rahimahullah.
-. Tidur dalam posisi orang yang sedang shalat seperti dalam posisi ruku, sujud, berdiri, dan duduk tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah itu terjadi di dalam shalat ataupun di luar shalat. Apabila tidurnya itu dalam keadaan berbaring atau terlentang di atas tengkuknya maka akan membatalkan wudhunya. Demikian madzhab Abu Hanifah, Dawud dan satu pendapat yang gharib dari Asy-Syafi’i.
-. Tidur tidak membatalkan wudhu kecuali tidurnya orang yang ruku dan sujud. Diriwayatkan pendapat ini dari Ahmad.
-. Tidur tidak membatalkan wudhu kecuali tidurnya orang yang sujud. Diriwayatkan pendapat ini juga dari Ahmad.
-. Tertidur ketika sedang shalat tidak membatalkan wudhu. Adapun di luar shalat membatalkan wudhu. Ini merupakan pendapat yang lemah dari Al-Imam Asy-Syafi’i. (Syarah Shahih Muslim, 4/73)
5. MENYENTUH KEMALUAN
“Siapa yang menyentuh kemaluannya maka janganlah ia shalat sampai ia berwudhu.”
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Hadits shahih di atas syarat Al-Bukhari dan Muslim.” (Al-Jami’ush Shahih, 1/520)
Sementara Thalaq bin Ali radhiallahu 'anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang menyentuh dzakarnya setelah ia berwudhu, apakah batal wudhunya? Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
“Bukankah dzakar itu tidak lain kecuali sebagian daging dari (tubuh)nya?” (HR. At-Tirmidzi no. 85 dan kata Ibnul Madini rahimahullah: “Hadits ini lebih baik daripada hadits Busrah.” Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menshahihkan sanadnya dalam Al-Misykat)
Sebagaimana dua hadits di atas bertentangan makna secara dzahirnya maka dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan ulama.
Pertama, berpendapat menyentuh kemaluan membatalkan wudhu seperti pendapatnya Umar, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Saad bin Abi Waqqash, Atha, Urwah, Az Zuhri, Ibnul Musayyab, Mujahid, Aban bin Utsman, Sulaiman bin Yasar, Ibnu Juraij, Al-Laits, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Malik. Mereka berdalil dengan hadits Busrah. (Sunan Tirmidzi 1/56; Al-Mughni 1/117; Al-Muhalla, 1/223; Nailul Authar, 1/282)
Kedua, berpendapat dengan hadits kedua bahwa menyentuh dzakar tidaklah membatalkan wudhu. Hadits ini dijadikan pegangan oleh mereka, seperti ‘Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abud Darda, ‘Imran bin Hushain, Al-Hasan Al-Bashri, Rabi’ah, Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan murid-muridnya dan selain mereka. (Sunan Tirmidzi, 1/57; Al-Mughni, 1/117; Nailul Authar, 1/282)
Ketiga, mereka yang berpendapat dijamak atau dikumpulkannya antara dua hadits yang sepertinya bertentangan tersebut, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dan yang lainnya, yang menyatakan apabila menyentuhnya dengan syahwat maka hendaknya dia berwudhu dengan (dalil) hadits Busrah dan kalau menyentuhnya tanpa syahwat maka tidak mengapa akan tetapi disenangi baginya apabila dia berwudhu.
KEKELIRUAN TENTANG HAL INI
Makan dan Minum
“Dari Abdullah bin Umar ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Berwudhulah kalian lantaran kalian makan daging onta dan kalian tidak perlu berwudhu lantaran kalian makan daging kambing. Berwudhulah kalian lantaran kalian minum susu onta dan kalian tidak perlu berwudhu lantaran kalian minum susu kambing.” (HR. Ibnu Majah No : 536)
Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhu berkata: “Kami berwudhu dari makan daging unta dan kami tidak berwudhu karena makan daging kambing.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 1/46, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tamamul Minnah, hal. 106)
Maka selain daging unta tidak membatalkan wudhu. Dari kedua hadis diatas menunjukan tidak mengapa makan ataupun minum, kecuali daging dan susu onta. Tentu saja di perbolehkannya untuk makan dan minuman yang halal secara syariat.
Note: Sekedar Catatan Pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Gunakan kata-kata yang cerdas dan tidak merendahkan. Silahkan mengkritik bila ada yang menyimpang dari Ajaran Rasulullah. ^,^