Translate

25 Sep 2015

Anak yang Kami Tebus dengan Shadaqah


Hasil gambar untuk bayi lahir kartun

ini kisahnyata catatan temen ane di FLP yogyakarta. ditulis tahun 2013 di catatan FB

Anak yang Kami Tebus dengan Shadaqah

Tepat 6 bulan yang lalu, saat-saat kami menantikan lahirnya buah hati, Saya mengalami kontraksi selama lebih dari 30 jam, sejak kamis malam (6 Desember2012) pukul 20.00. Suami saya menginap di bandara Soekarno-Hatta malam itu juga, untuk mendapatkan penerbangan paling pagi ke Yogyakarta. Dan pagi hari di hari Jum'at, saya diantar untuk periksa ke rumah sakit. Sampai di sini, semua terjadi dengan begitu santai, hanya kesiagaan tanpa kepanikan. Hingga dokter mengatakan...

"Lho,sebentar... Air ketubannya kok habis ya Bu... Tadi atau kemarin sudah ada yang keluar?"

"Habis?",sebenarnya pertanyaan lengkapnya dalam benak saya, "Terus kenapa kalau habis?"

"Ya masih sedikit... Tapi mengkhawatirkan. Belum ada pembukaan sama sekali. Ibu cek NST ya sekarang."

Siang itu juga saya ke lantai 3 RS JIH untuk melakukan NST test . Perut saya yang buncit dipasangi alat untuk merekam denyut jantung bayi, dan saya diminta untuk memencet tombol bila merasakan pergerakan sang buah hati. Hasil pertama tidak terlalu bagus, karena saya merasa, bayi saya sama sekali tidak bergerak. Perawat menyarankan saya makan dan minum sesuatu terlebih dahulu. Maka suami saya cepat-cepat membelikan roti. Setelah makan, rupanya si bayi memang bergerak sesekali. Setelah menunggu sekitar satu jam dengan gelisah akibat kontraksi yang hanya berselang 3 menit sekali, saya kembali menemui dokter.

"Hasilnya tidak terlalu bagus, Bu. Mau tidak mau, ibu harus dicaesar."

Heh?! "Bentar... bentar... Memang saya tidak bisa melahirkan spontan?", sikap santai saya perlahan berubah.

"Kemungkinan bayi ibu mengalami IUGR. Saya khawatir, bayinya tidak bisa menunggu terlalu lama. Bisa jadi kekurangan oksigen di dalam."

Ada apa ini? Saya merasa baik-baik saja dan siap untuk melahirkan secara normal. Tiba-tiba kantung mata saya memanas. "Harus caesar, Dok? Kapan?"

"Ya secepatnya. Satu jam dari sekarang. Ibu jangan pulang ya." Saya mulai percaya kalau dokter itu tidak sedang bercanda. Ekspresinya benar-benar serius. Sekujur tubuh saya mendadak lemas, dan teringat bahwa saya dan suami belum shalat dzuhur.



Hasil gambar untuk shadaqah
"Dok,saya belum bisa memutuskan. Saya boleh shalat dulu?"

"Oiya, Bu. Silakan. Tapi ibu nanti langsung ke sini lagi ya. Kalau saran saya,lebih cepat bayi-nya diambil, lebih baik."

Saya tidak meragukan diagnosa dokter, saya hanya terkejut mengetahui ada yang tidak beres. Padahal sebelumnya, kandungan saya sehat-sehat saja. Ketuban cukup,meski dalam 3 minggu terakhir, berat bayi saya tetap di angka 2,4 kg. Saya dipapah oleh suami, menuju masjid JIH yang (menurut saya) selalu syahdu. Siang itu hujan turun, saya dan suami bergegas mengambil air wudhu dan shalat berjama'ah. Dua wanita yang berteduh di pinggiran masjid mengamati saya terus. Mungkin penampakan saya memang sangat aneh di masjid itu. Air mata yang terus meleleh, sambil sebentar2 meringis menahan sakit kontraksi. Barangkali mereka khawatir saya akan melahirkan di masjid.

Hari itu turun hujan. Waktu yang Allah janjikan terkabulnya do'a. Dalam sujud panjang saya mohon jalan keluar yang baik, dan keselamatan atas saya dan bayi ini. Saya menangis sejadi-jadinya, tanpa suara. Tepat selesai shalat, saya seperti mendapat sebuah petunjuk. Saya ingat dengan ceramah-ceramah Ust Yusuf Mansyur yang sering diputarkan rekamannya oleh suami, di saat saya hamil.

"Mas...Mas bawa uang berapa?", tanya saya putus-putus sesenggukan.

"Ada sekian. Kenapa, Dek?"

"Boleh dompetnya saya kosongkan? Kita ambil semua uang di dompet Mas dan dompet saya, untuk dishadaqahkan..."

"Boleh...",jawaban suami cepat sangat menenangkan.

Saya ingat saat-saat persalinan itu, suami saya tidak banyak bicara. Hanya meng-iya-kan semua permintaan saya. Ya Allah... Kalau mengingat sikapnya saat itu, saya selalu menangis (saat menulis ini pun saya menangis).

"Dek,tapi..."

"Ya?"

"Boleh Mas sisihkan 5000 dulu? Buat bayar parkir kendaraan..."

Barangkali kalau saat itu kondisi tidak genting dan mengharukan, bisa dipastikan saya akan 'ngakak guling-guling' mendengar permintaan polosnya itu. Hhh...sempet-sempetnya inget bayar parkiran... Dan memang biaya parkir mobil di JIH seharian 5000 rupiah. Keluar masjid saya membawa amplop berisi semua uang kami yang ada di dompet (-5000).Entahlah, saat itu Allah tidak membuat saya ingat dengan uang kami di ATM. Cobakalau ingat dan saya juga minta dishadaqahkan. Bisa-bisa Faqih tidak jadi aqiqah di hari ke-7nya. :D Ah, tapi kami tidak pernah meragukan rejeki Allah,Allah pasti mengganti dengan yang lebih baik, kalaupun itu terjadi.

Untuk beberapa menit kami keluar Rumah Sakit untuk memasukkan amplop itu ke kotak amal sebuah masjid dekat JIH. Dalam perjalanan kembali ke Rumah Sakit, pihak Rumah Sakit menelepon.Saya diminta kembali ke RS segera. Karena reservasi saya untuk ke dokter yang berbeda (mencari second opinion) telah didahulukan dari pasien yang lain, mengingat kondisi saya yang butuh segera. dr.Yasmini, SpOG. Beliau yang menjadi rujukan ke-2 saya. Beliau memeriksa ulang,dan memang memastikan kebenaran diagnosa dari dokter sebelumnya.

"Kelahiran spontan masih bisa diusahakan, Bu. Tapi tolong bapak segera mengurus kamar untuk rawat inap sekarang juga. Tapi kalau sampai nanti tengah malam tidak ada pembukaan, terpaksa ibu harus caesar ya", katanya perlahan.
Alhamdulillah... Tidak terkira senangnya saya mendengar itu. Saya masih diberikan harapan untuk melahirkan secara spontan. Bayi saya dibilang masih dalam kondisi baik. Alhamdulillah...

Setelahnya,perawat-perawat yang ramah memeriksa saya dan denyut jantung bayi tiap satu jam sekali. Kontraksi makin tidak karuan rasanya. Orang tua saya datang usai isya dan membawakan semacam air zam-zam atau apalah, saudara dan teman ada yang mulai datang menjenguk. Padahal belum lahiran. :)

Tengah malam, perawat datang lagi. "Jam berapa ini, Mbak?", saya setengah pingsan karena sakitnya kontraksi dan pusingnya kepala karena teramat ngantuk. "Setengah satu, Bu." Beliau memeriksa dan... "Alhamdulillah... hampir pembukaan satu. Saya segera kabari Bu Yasmini."

Singkat cerita, dalam waktu 3,5 jam saya sudah mengalami pembukaan lengkap. Begitu cepat, masya Allah...

Suami disebelah saya, menggenggam tangan saya, dan membacakan doa sepanjang proses persalinan. Dalam hati saya telah berjanji untuk tidak berteriak meski sakit seperti apapun Saya hanya berdoa dan berdoa untuk bayi saya...

"YaAllah... Jadikan dia anak yang shaleh..."
"Jadikan dia penghafal Al-Qur'an..."
"Sehatkan anak hamba Ya Allah..."
"Berikan kebaikan hidup dunia dan akherat baginya..."
dan do'a-do'a yang lain...

Saya tidak peduli dokter dan perawat tersenyum-senyum mendengar saya berdo'a-do'a keras seperti itu. Tepat setelah adzan subuh berkumandang, anak kami lahir. Tapi dia tidak menangis, tidak bergerak. Air mata saya meleleh. Saat itu saya ada di titik puncak kepasrahan. Saya seperti ditampar dan disadarkan bahwa hamil itu bukan berarti punya anak. Allah berkehendak memintanya, maka tidak ada yang bisa saya lakukan...

Bayi itu diletakkan di atas dada saya. Lunglai, tidak menangis, tidak bergerak. Kemudian dokter anak mengambil alih. Saya bisa melihat beliau bekerja keras mengambil cairan2 di tenggorokannya (?), menepuk-nepuk, membersihkan...

Hingga terdengarlah rengekan pertama.

Bayi itu hanya merengek, tidak menangis. Semenit kemudian, bayi itu menangis... MasyaAllah... Alhamdulillah...

"Mas,kita jadi orangtua...", air mata kami meleleh lagi.Selama sekitar 20 jam, bayi saya dibantu dengan alat pernafasan. Setelah baik, baru saya diperbolehkan memeluk dan menyusuinya. Alhamdulillaaah...Hari ini Faqih tepat berusia 6 bulan. Ini hari pertamanya MPASI. Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kesehatan baginya, tidak kurang suatu apapun. Alhamdulillah...

Created By
Oleh Dalilah Lilo Adzfar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang cerdas dan tidak merendahkan. Silahkan mengkritik bila ada yang menyimpang dari Ajaran Rasulullah. ^,^