Translate

14 Sep 2015

Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS

Manusia hanya dapat melihat dari ilmu yang dimilikinya


Manusia hanya dapat melihat dari ilmu yang dimilikinya. Segala sesuatu yang kita lihat akan kita jabarkan dan kita persepsikan hanya berdasarkan pengetahuan kita.

“..mereka tidak mengetahui sesuatu pun dari (kandungan) ilmu Allah melainkan apa yang Allah kehendaki (memberitahu kepadanya)…(Al-Baqarah :255)

Tidak lah layak kita yang Sarjana merasa lebih dari mereka lulusan SD. Tidak layak seorang dengan kedudukan tinggi menyombongkan diri di depan kaum dhuafa. Bisa jadi kebenaran datang dari sesorang yang dimata kita hina, tapi tinggi drajadnya di mata Allah.

Hikmah Segala sesuatu tidak seperti tampaknya dapat kita ambil dari Salah satu kisah Al-Quran yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri. Kisah ini adalah kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah Al-Kahfi. Kisah tersebut bermula dari seorang nabi utusan Allah Musa AS.

Suatu ketika Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah s.w.t dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."

Allah s.w.t tidak setuju dengan jawapan Musa. Lalu Allah s.w.t mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya:

"Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah s.w.t meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui bahawa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan.



Jibril kembali berkata kepadanya:

"Sesungguhnya Allah s.w.t mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan) yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.

Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu." Kemudian merekapun melakukan perjalanan. Hingga suatu tempat, karena merasa letih Musa tertidur. Setelah terbangun mereka pun kembali melakukan perjalanan, hingga suatu ketika Musa merasa letih. Ia berkata kepada pembantunya: "Cuba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."

Ketika itu pembantunya teringat bahwa ketika Musa tertidur, saat itulah ia telah berpisah dengan ikan yang dibawanya. Ikan tersebut telah melompat ke laut. Mereka pun kembali ketempat dimana mereka berpisah dengan ikan yang di bawanya. Mereka bertemu dengan seseorang dimana ikan yang mereka bawa meloncat untuk pergi ke laut.

Pertemuan musa dan khidir di awali dengan salam musa. Berkatalah khidir ,"Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?"

“Aku adalah Musa”

"Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil."

“Dari mana kamu mengenal saya?" Tanya Musa.

"Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?" jawab Khidir

"Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya.", Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan

"Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."

“Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.”,kata Musa.

“Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.”kata Khidir

Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar bersedia mengangkut mereka. Para Pemilik bahtera (perahu) mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya berserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melubangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.

Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau melubanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela."

Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah s.w.t itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia kerana Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir kerana ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah s.w.t ini membunuh anak kecil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah s.w.t itu kembali mengingatkan Musa bahawa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya kerana lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berjanji "ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu."

Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mahu memberi dan tidak mahu menjamu mereka.

Kemudian datanglah waktu petang. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat Khidir berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat bingung melihat tindakan gurunya. Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah s.w.t itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah s.w.t itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.

Lalu Khidir pun menjelaskan segala tindakannya. Bahwa itu semua bukan keinginannya, melainkan kehendak Allah dengan ilmu yang disampaikan kepadanya. Bahwa Khidir melakukan semua hal tersebut atas petunjuk yang ia peroleh dari-Nya.

Ia menjelaskan bahwa bahtera yang ia rusak sesungguhnya adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut. Dengan ilmu Allah ia mengetahui bahwa di hadapan mereka ada seorang raja yang hendak merampas tiap-tiap bahtera yang bisa digunakan untuk berperang. Dengan rusaknya bahtera tersebut sang raja tidak memiliki minat mengambilnya, karena sang Raja tidak memiliki waktu untuk memperbaiki perahu tersebut. Kemudia para nelayan bisa kembali kelaut setelah memperbaiki bahtera mereka yang rusak.

Adapun anak itu (yang telah di bunuhnya), kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin. Dengan ilmu Allah Khidir mengetahui bahwa sesungguhnya anak tersebut dapat mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan ia mengetahui bahwa Allah hendak mengganti anak mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dan lebih dalam dari kasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya).

Sedangkan perbutannya memperbaiki dinding sebuah rumah di perkampungan kaum yang bakhil, khidir mengetahui bahwa rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim. Di bawah dinding itu ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang soleh. Khidir mengetahui bahwa ketika mereka dewasa Allah akan memberikan petunjuk sehingga mereka menemukan dan mengeluarkan simpanan ayahnya itu.

Hikmah kisah tersebut:

1. Bahwa ilmu manusia terbatas. Kita hanya diberikan sedikit dari Pengetahuan dari Sang Maha Mengetahui.

2. Sombong dan angkuh dalam hal ilmu tidak dibenarkan. Bahwa Nabi Musa (sudah pasti lebih alim dari kita) di tegor oleh Allah karena ia merasa lebih dari yang lain, apalagi kita

3. Allah memberikan petunjuk dan ilmunya kepadas siapa yang ia kehendaki, dan sesungguhnya kita tidak akan tahu kepada siapa Allah telah menurunkan ilmunya. Oleh karena itu tidak lah pantas kita merendahkan orang lain.

4. Apa yang kita lihat, belum tentu tampak seperti adanya. Ada banyak hal yang kita belum ketahui karena terbatasnya pengetahuan kita. Oleh karena jangan terlalu cepat menyimpulkan. Pelajari lebih dalam setiap kejadian maka kita akan mendapatkan hikmah lebih banyak dari yang semustinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang cerdas dan tidak merendahkan. Silahkan mengkritik bila ada yang menyimpang dari Ajaran Rasulullah. ^,^